ANTI MIKROBA DAN ANTIPARASIT

Juniartha Semara Putra

ANTI MIKROBA DAN ANTIPARASIT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
   Sebelum era modern hingga saat ini, penyebab terbesar kematian manusia adalah infeksi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, parasit dan virus. Diagnosis yang akurat sangat diperlukan dalam penatalaksanaan suatu penyakit infeksi. Penting untuk dapat mengidentifikasi mikroorganisme penyebab dan memahami karakteristik dan patogenesis dari penyakit infeksi sehingga dapat menjadi dasar dalam menentukan obat antimikroba yang tepat. Hal ini mengingat bakteri, virus, jamur, dan parasit mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Pemberian obat antimikroba dan antiparasit juga didasari mekanisme kerja dan sifat farmakokinetikanya, agar dapat efektif dalam pengobatan dan tidak menyebabkan efek samping yang besar dan resistensi pada antimikroba tersebut.
Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Tetapi penemuan ini baru diperkembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford). Dengan penemuan antibiotik ini membuka sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan angka kesembuhan yang sangat bermakna. Kemudian terjadilah penggunaan besar-besaran antibiotik pada saat perang dunia untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Masalah baru muncul ketika mulai dilaporkannya resistensi beberapa mikroba terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik yang besar-besaran. Hal ini tidak seharusnya terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan mengetahui penggunaan antibiotik yang tepat.
Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.
Untuk itu sudah menjadi kewajiban seorang tenaga medis khususnya perawat untuk dapat menguasai bagaimana penggunaan antibiotik yang benar tersebut. Dimulai dengan mengetahui jenis-jenis dari antibiotik dilanjutkan mengetahui mekanisme dan  farmakologi dari obat-obat antibiotik tersebut dan terakhir dapat mengetahui indikasi yang tepat dari obat antibiotik tersebut. Semua ini bertujuan akhir untuk meoptimalkan penggunaan antibiotik yang tepat dan efektif dalam mengobati sebuah penyakit sekaligus dapat mengurangi tingkat resistensi.

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Antimikroba dan Antiparasit
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antiparasit termasuk dalam antimikroba. Dalam pembicaan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada anti mikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktifitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid.
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba,penyebab infeksi pada manusia,ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setnggi mungkin. Artinya,abat harus bersifat sangat toksik umtuk mikroba,tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Sifat tokosisitas selektif yang absolute belum atau mungkin tidak diperoleh.
2.2  Penggolongan Obat Antimikroba dan Antiparasit
v Antimikroba
            Obat antimikroba (antibiotik) dapat dikelompokkan berdasarkan:
1.    Daya Bunuh atau Daya Kerjanya Dalam Zat Bakterisid dan Zat Bakteriostatis
Obat jenis ini dapat dikelompokan menjadi :
a.    Bakterisid
Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin, isoniazid dll.
b.    Bakteriostatik
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan kuman, tetapi tidak membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll.
Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.
2.    Berdasarkan Spektrum Kerja Antibiotik yaitu Luas Aktivitas
Penggolongan obat ini berarti aktif terhadap banyak atau sedikit jenis mikroba. Dapat dibedakan menjadi antibiotik dengan aktivitas sempit dan luas.
a.    Spektrum luas (aktivitas luas) : antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.
b.    Spektrum sempit (aktivitas sempit) : antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negatif saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif.
3.    Berdasarkan Cara Kerjanya
Antibiotika golongan ini dibedakan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika dilihat dari target atau sasaran kerjanya.
a.    Inhibitor sintesis atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel bakteri sehingga menghilangkan kemampuan berkembang biak dan sering kali terjadi lisis, mencakup golongan Penicsillin, Polipeptida, sikloserin, basitrasin, vankomisin dan Sefalosporin, misalnya ampisillin, penisillin G;
b.    Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;
c.    Inhibitor sintesis protein, yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversibel, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, oxytetracycline.
d.   Inhibitor fungsi membran sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kehilangan senyawa intraselular. misalnya ionomycin, valinomycin dan polimiksin
e.    Inhibitor fungsi sel lainnya, misalnya difiksasi pada subunit ribosom 30 S menyebabkan timbunan kompleks pemula sintesis protein, salah membaca kode mRNA, produksi polipeptida abnormal. Contoh aminoglikosida, golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan
f.     Antimetabolit yang mengganggu metabolisme asam nukleat. Contoh rifampin (inhibisi RNA polimerase yang dependen DNA),azaserine.
Pembagian ini walaupun secara rinci menunjukkan tempat kerja dan mekanismenya terhadap kuman, namun kiranya kurang memberikan manfaat atau membantu praktisi dalam memutuskan pemilihan obat dalam klinik. Masing-masing cara klasifikasi mempunyai kekurangan maupun kelebihan, tergantung kepentingannya.
4.    Berdasarkan Penyakitnya
a.    Golongan Penisilin
v Deskripsi : Penisilin dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum. Memiliki cincin b-laktam yang diinaktifkan oleh enzim b-laktamase bakteri. Aktif terutama pada bakteri gram (+) dan beberapa gram (-).
v Mekanisme kerja obat : Penisilin menghambat pembentukan Mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh Penisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat perkembangan).
v Contoh :
a)    Amoksisilin
Nama dagang : Ammoxillin, Amosine
Indikasi : infeksi pada saluran napas, saluran genito-urinaria, Gonnorrhoea
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap Penisilin, gangguan ginjal, leukimia limfatik.
Efek samping : gangguan ginjal, reaksi hipersensitif
Dosis : dewasa 250-500 mg 3 x sehari, anak-anak (7-12 th) 10 ml sirop 125 mg/ 5ml
b)      Ampisilin
Nama dagang : Ambiopi, Ampisilin
Indikasi : ISK, saluran pernapasan dan pencernaan
Kontra indikasi : hipersensitif
Efek samping : mual, muntah, diare,hipersensitif
Dosis: 250-500 mg 4 x sehari selama 5-10 hari
b.      Golongan Sefalosporin
v Deskripsi : Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi. Dihasilkan oleh jamur Cephalosporium acremonium.
v Mekanisme kerja : Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Obat golongan ini berkaitan dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak, tulang, dan saluran kemih (kandung kemih dan ginjal).
v Contoh :  
1)   Sefadroksil
Nama dagang : Biodroxil
Indikasi : Infeksi saluran nafas, kulit dan jaringan, tulang dan jaringan artikulasi
Kontra indikasi : Hipersensitif
Efek samping : gejala ruam kulit
Dosis : dewasa 1-2 g per hari terbagoi menjadi 2 dosis. Pengobatan dilakukan selama 2-3 hari setelah gejala hilang.
2)   Sefoperazon
Nama dagang : Biofotik, Cefobid
Indikasi : Infeksi saluran napas , saluran kemih, meningitis.
Kontra indikasi : Hipersensitif
Efek samping : ruam makulopapula, urtikaria.
Dosis : dewasa 2-4 g per hari dalam dosis terbagi setiap 12 jam.
3)   Sefotaksim
Nama dagang : Biocef, Cefoxal
Indikasi : Infeksi bakteri pada saluran napas bawah, saluran cerna, tulang, dan sendi.
Kontra indikasi : Hipersensitif
Efek samping : diare, nyeri abdomen, ruam kulit
Dosis : dewasa 1 g setiap 12 jam.
c.       Golongan Tetracycline
·      Deskripsi : Diperoleh dari Streptomyces aureofaciens & Streptomyces rimosus. Khasiatnya bersifat bakteriostatik , pada pemberian iv dapat dicapai kadar plasma yang bersifat bakterisid lemah.
·      Mekanisme kerja : Mengganggu sintesis protein kuman Spektrum kerjanya luas kecuali terhadap Psudomonas & Proteus. Juga aktif terhadap Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata), leptospirae, beberapa protozoa.
·      Contoh :
a)      Tetrasiklin
Nama dagang : Bimatra, Tetrasanbe
Indikasi : Infeksi bakteri positif dan negatif, infeksi ricketssia
Kontra indikasi : gangguan ginjal
Efek samping : gangguan saluran cerna, anoreksia, dermatitis, urtikaria, anafilaksis
Dosis : Dewasa 500 mg 4 x sehari, anak : 25-50 mg /kg/BB /hari terbagi menjadi 4 dosis
b)      Doksisiklin
Nama dagang : Doxin, Doxicor
Indikasi : infeksi saluran nafas,saluran pencernaan, saluran individu, saaluran kemih dan kelamin
Kontra indikasi : kerusakan hati, diskrasia darah, hipersensitifitas
Efek samping : gangguan saluran pencernaan, kerusakan hati.
Dosis: Dewasa hari I 200 mg, dilanjutkan dengan 100 mg 1 x sehari pada hari berikutnya.
d.      Golongan Kloramfenikol
v Deskripsi :
v Mekanisme kerja : Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol.
v Indikasi : Bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter & S. aureus berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman. Bersifat bakterisid terhadap S. pneumoniae, N. meningitidis & H. influenza. Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi yang berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotic yang kurang efektif. Penggunaannya secara oral, sejak thn 1970-an dilarang di negara barat karena menyebabkan anemia aplastis. Sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae). Juga digunakan sebagai salep 3% tetes/salep mata 0,25-1%.
v Contoh :
Kloramfenikol, Turunannya yaitu tiamfenikol. Nama Dagang : Colme, Anicol, Biothicol.
v Kontra indikasi : hipersensitif, penderita gangguan fungsi hati dan ginjal.
v Dosis : Dewasa 4 x sehari 250-500 mg, anak-anak  25-50 mg /kg dalam dosis terbagi 3-4 x sehari
v Efek samping :
1)   Reaksi Hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk yaitu:
       Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis, menjadi sembuh dan pulih bila pengobatan dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar Kloramfenikol dalam serum melampaui 25 mcg/ml.
       Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk karena anemia yang terjadi bersifat menetap seperti anemia aplastik dengan pansitopenia. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. Efek samping ini diduga disebabkan oleh adanya kelainan genetik.
2)   Reaksi Alergi
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.
3)   Reaksi Saluran Cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.
4)   Sindrom Gray
Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kg BB) dapat timul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4.Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusui, pernafasan cepat dan tidak teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia(kedinginan).
5)   Reaksi Neurologik
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.
e.       Golongan Makrolid
·      Deskripsi :
·      Mekanisme kerja : Golongan Makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S, sehingga mengganggu sintesis protein. Bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadar obat Makrolida.
·      Contoh :
a)      Klaritromisin
Nama Dagang : Abbotic, Binoklar
Indikasi : Infeksi saluran pernapasan,otitis media akut, infeksi saluran kulit
Kontra indikasi : Hipersensitivitas, gagal jantung, ibu hamil dan menyusui.
Efek samping : Diare, mual, pengecapan yang abnormal, ketidaknyamanan pada perut.
Dosis : dewasa 250-500 mg 2 x sehari selama 7-14 hari
b)      Eritromisin
Nama dagang : Bannthrocin, Duramycin
Indikasi : infeksi Streptokokus, Mycoplasma pneumoniae,Treponema pallidum, Clostridium
Kontra indikasi : gangguan fungsi hati.
Efek samping : kejang perut, mual, muntah, diare.
Dosis:250-500 mg 4 x sehari
c)      Azitromisin
Nama dagang : Mezatrin, Zithromax
Indikasi : Infeksi saluran nafas atas dan bawah, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.
Kontra indikasi : hipersensitif, pemberian bersama dengan derivat ergot.
Efek samping : mual, muntah, diare, nyeri perut dan dada, palpitasi,vertigo.
Dosis : 500 mg (hari I) dilanjutkan 250 mg (hari II-V)
f.       Golongan Kuinolon
·      Mekanisme kerja : Pada saat perkembangbiakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
·      Efek Samping : Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan syaraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo, dan insomnia. Efek samping yang lebih berat dari Kuinolon seperti psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping ini.
·      Contoh :
a)      Siprofloksasin
Nama Dagang: Bactiprox,Baquinor
Indikasi : Infeksi saluran nafas bawah, infeksi kulit, jaringan lunak, saluran kemih dan pencernaan
Kontra indikasi : Hipersensitif, hamil dan menyusui, anak-anak dan remaja
Dosis: dewasa 200 mg setiap 12 jam (infeksi saluran kemih ringan), 400 mg setiap 12 jam, (infeksi berat)
b)      Ofloksasin
Nama dagang : Akilen, Danoflok
Indikasi : ISK, uretritis, servistis, saluran nafas bawah, enteritis bakterial.
Kontraindikasi:Hipersensitivitas, hamil dan menyusui, anak-anak sebelum pubertas
Dosis: dewasa 100-400 mg 1-2 x sehari selama 10 hari
c)      Levofloksasin
Nama dagang : Cravit, Difloxin
Indikasi : Pnemonia, bronkitis akut
Kontraindikasi : Hipersensitif, epilepsi, anak, remaja, hamil dan menyusui
Dosis : oral, parenteral 250-500 mg 1 x sehari
g.      Golongan Aminoglikosida
·      Deskripsi : Dihasilkan oleh fungi Streptomyces & micromonospora.
·      Mekanisme kerjanya : bakterisid, berpenetrasi pada dinding bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom dalam sel. Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis protein bakteri dengan mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aktivitas aminoglikosida dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama perubahan pH, keadaan aerobik dan anaerobik. Aktivitas aminoglikosida lebih tinggi pada suasana alkali daripada suasan asam.
·      Contoh :
a)      Amikasina
Nama dagang : Alostil, Amikin
Indikasi :infeksi kuman Gram nefatif pada intra abdominal, jaringan lemak, combustio, saluran nafas bawah, saluran kemih.
Konta indikasi :-
Efek samping : ototoksis, nefrotoksik
Dosis :  15 mg/kg/BB/hari terbagi dalam 2 dosis (im).
b)      Gentamisin
Nama dagang: Ethigent, Gentamerck
Indikasi:Infeksi mikroba pada gentamisin,septikemia bakteri, infeksi mikroba gram negatif dengan komplikasi, ISK, saluran napas, saluran cerna.
Kontra indikasi: hipersensesitif
Efek samping: telinga berdengung, vertigo, tinitus, pusing.
Dosis: dewasa 3 mg/kg dalam dosis terbagi tiap 8 jam (im)
c)      Kanamisin
Nama dagang:Kanarco, Kanoxin
Indikasi:Infeksi saluran napas, bronkitis, GO, ISK, uretritis.
Kontra indikasi: Hipersensitif
Efek samping: Ototoksisitas, hipersensitif, avitaminosis, gangguan ginjal
Dosis: 15 mg/kg/BB/hari terbagi dalam 2-4 dosis.
d)     Spektinomisin
Nama dagang:Trobicin
Indikasi:Uretritis dan proktitis gonokokus akut
Kontra indikasi: hipersensitif
Efek samping: –
Dosis: dewasa suntik 5 ml larutan yang mengandung 2 g  Spektinomisin
(im).
v Antiparasit
1.      Antelmintik
·      Deskripsi : Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar obat cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Diagnosis dilakukan dengan menemukan cacing, telur cacing dan larva dalam tinja, urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita. Sebagian besar obat cacing diberikan secara oral yaitu pada saat makan atau sesudah makan dan beberapa obat cacing perlu diberikan bersama pencahar.
·      Mekanisme kerja : Mekanisme kerja obat cacing yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls neuromuskuler sehingga cacing dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan menghambat masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada cacing.
·      Contoh:
a)      Dietil karbamazin
Nama dagang : Filarzan
Indikasi : Filariasis, onkoseriasis, loaiasis, askariasis, dan ankilostomiasis
Kontra indikasi: anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui
Efek samping :  demam, sakit kepala, sakit otot dan persendian, mual, muntah, menggigil, urtikaria, gejala asma bronkial. Sedangkan gejala lokal berupa limfadenitis, limfangitis, abses, ulkus, funikulitis, epidimitis, orchitis, dan limfedeme
Dosis : Untuk filariasis bankrofti, dosis yang dianjurkan adalah 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filaria brugia, dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kg berat badan/hari selama 10 hari.
b)      Levamisol
Nama dagang : Kam cek san, obat cacing kancisan
Indikasi : cacing perut, cacing tambang, cacing gelang, cacing kremi
Kontraindikasi : hipersensitif, gangguan fungsi ginjal, hati dan ibu hamil
Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, pusing, sakit kepala, sindroma seperti enselopati.
Dosis : Dewasa dan anak berusia lebih dari 16 tahun : 3 tablet, anak berusia 5-15 tahun : 2 tablet., anak berusia 1-4 tahun : 1 tablet. Diberikan sebagai dosis tunggal. Dosis kedua dianjurkan 1 atau 7 hari kemudian.
c)      Mebendazol
Nama dagang : Gavox
Indikasi : Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Enterobius vermicularis (cacing kremi), Ancylostoma duodenale (cacing tambang), Necator americanus (cacing tambang).
Kontra indikasi : kehamilan dan menyusui
Efek samping : Nyeri perut, diare
Dosis :
          Ascariasis: 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari
          Trichuriasis:100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari
          Enterobiasis: 100 mg dalam dosis tunggal
          Ancylostomiasis/Necatoriasis: 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari.
          Infeksi campuran : 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari atau 500 mg dalam dosis tunggal untuk semua jenis infeksi.
d)     Piperazin
Nama dagang : Degezine, Combicetrin
Indikasi : enterobiasis, askariasis
Kontra indikasi : pasien dengan riwayat epilepsi, pasien dengan penyakit atau kerusakan ginjal kronik.
Efek samping :   mual, muntah, kolik, diare, alergi, nyeri sendi, demam, vertigo.
Dosis : Diberikan pada dosis 50-75 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis selama 2 hari.
2.3  Penyakit
1.      Antibakteri
            Jenis penyakit yang dapat disembuhkan dengan Antimikroba adalah penyakit yang terdapat dalam saluran pencernaan. Menurut Almatsier (2001), saluran cerna adalah sistem yang sangat kompleks dan merupakan saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsorpsi zat-zat gizi, dan mengekskresi sisa-sisa pencernaan. Gangguan pada lambung umumnya berupa sindroma dyspepsia, yaitu kumpulan gejala yaitu mual, muntah, nyeri epigastrum, kembung, nafsu makan berkurang dan rasa cepat kenyang. Penyakit-penyakit saluran cerna yang terjadi antara lain demam tifoid, dyspepsia, melena, gastro enteritis akut (GEA), dan gastritis.
1)   Pengertian Demam Tifoid (Tifus Abdominalis)
     Tifus abdominalis merupakan salah satu penyakit infeksi akut pada usus halus. Sinonim dari tifus abdominalis adalah typhoid, enteric fever, tifus dan demam tifoid. Tifus abdominalis banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70% – 80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%) (Mansjoer, 2001).
2)   Etiologi
     Tifus abdominalis disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella asendis yaitu Salmonella enteridis bioserolife parityphi A, Salmonella enteridis bioserolife Parathyphi B dan Salmonella enteridis paratyphi C. Kuman – kuman ini lebih dikenal dengan nama Salmonella paratyphi A, Salmonella schottinuellert dan Salmonella hirsstirelldi (Mansjoer 2001). Salmonella paratyphi basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya empat macam antigen yaitu antigen O (somatik terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagela), antigen VI dan protein membran hialin (Noer, 1996).
3)   Patofisiologi
     Bakteri Salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman. Sebagian besar bakteri mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap hidup akan masuk kedalam ileum melalui mikrofili dan mencapai plak payeri, selanjutnya masuk kedalam pembuluh darah (disebut bakterimia primer). Pada tahap berikutnya S. typhi menuju ke organ sistem retikuloendotelial yaitu : hati, limfa, sumsum tulang dan organ lain (disebut bakterimia sekunder). Endotoksin S.typhi berperan dalam proses inflamasi local pada jaringan tempat kuman berkembang biak. S.typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan lekosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi demam. Kandung empedu merupakan organ yang sensitif terhadap infeksi S.typhili (Mansjoer 2001).
4)   Gejala Klinis
Gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, gejala yang timbul sama dengan infeksi akut lainnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik terdapat peningkatan suhu tubuh. Dalam minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah tifoid (lidah kotor ditengah, namun tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguann kesadaran berupa somnolen dan koma.
5)   Pengobatan
Penggunaan antibiotikuntuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran bakteri Salmonella sp.. Antibiotik yang dapat digunakan adalah klorafenikol ( dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 2 x 250mg selama 5 hari kemudian ), Ampisilin/Amoksisilin ( dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu), Kotimoksazol 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung 400mg sulafametoksazol-80mg trimetropin, diberikan selama 2 minggu ), Sefalosporin generasi II dan III biasanya demam mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4 ( obat yang dipakai seftriakson 4 g/hari selama 3 hari, norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari, siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari, ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari, pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari, fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari). Istirahat dan perawatan yang profesional ini bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus istirahat total sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Aktifitas dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Selama penyembuhan harus dijaga kebersihan badan, tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai. Diet dan terapi penunjang pertama pasien diberi bubur halus, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien.
2.      Antiparasit
Salah satu contoh penyakit yang dapat disembuhkan dengan antiparasit adalah penyakit kaki gajah (Filariasis atau Elephantiasis).
1)      Pengertian
Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria spesies Wuchereria bancrofti dapat menyebabkan penyakit kaki gajah karena sifatnya yang dapat mengganggu peredaran getah bening. Sedangkan Brugia malayi dan Brugia timori tidak.yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut.
Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).
2)      Etiologi
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut. Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
3)      Patofisiologi
Patologi disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan olehcacing dewasa bukan oleh microfilaria.cacing dewasa yang hidup di pembuluh dan kelenjar limfemenyebabkan pelebaran pembuluh kelenjar dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasmas, eosiofil dan makrofag didalam dan sekitar pembuluh yang mengalami inflamasi bersama denganploriferasi sel endotel dan jaringa penunjang menyebabkan berliku liku system limfatik dan kerusakan (varises).Limfadema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi pada kulit yangmendasari. Perubahan perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung daricacing ini dan oleh respon imun penjamu parasit. Respon ini lah yang menyebabkan prosesgnanulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obtruksi total pembuluh limfe.kelainan tersebuttetap ada selama cacing masih hidup dan kematian cacing juga menyebabkan reaksi granulomatosa danfibrosis. Inilah yang membuat terjadinya obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik.
4)      Tanda dan Gejala
a.    Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
b.    Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
c.     Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis).
d.    Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
e.    Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema).
5)      Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
a.       Berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk penular
b.      Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
c.       Membersihkan semak-semak disekitar rumah.
6)      Pengobatan
Setelah dokter mendiagnosis penyakit kaki gajah, obat yang akan diberikan adalah DEC (dietilkarbamazin). Jika penderita masih mengalami gejala peradangan akut, obat-obatan untuk meredakan gejala (simtomatik) dapat pula diberikan. Jika pembengkakan anggota gerak sudah mengeras, dapat diberikan kortikosteroid. Tetap jaga kebersihan selama menjalani terapi. Apabila kelainan sudah sangat nyata dan berat, mungkin penderita membutuhkan operasi.
BAB III
KESIMPULAN
            Adapun kesimpulan dari paper ini adalah:
1.    Antimikroba adalah suatu obat yang menghasilkan antibiotik untuk membunuh mikroba yang dapat merugikan manusia. Antiparasit termasuk dalam antimikroba.
2.    Obat-obatan yang termasuk dalam golongan antimikroba seperti Penisilin, Tetracyline, Sefalosporin, Kloramfenikol, Makrolid, Kuinolon, Aminoglikosida, dan Antelmintik.
3.    Penggunaan antimikroba harus memperhatikan dosis dan penyakit yang diderita oleh seseorang agar tidak terjadi resistensi.

Tinggalkan komentar